Sunday, June 16, 2013

Solat sunnah berjemaah

Assalam alaikum ya Ustaz. Kaifa haaluka? Nak tanya sikit. Kalau ana adakan qiyamullail berjemaah dgn budak2 skola tapi sekali sekali sahaja. Adakah ini termasuk bidaah? Ada sahabat ana kata ini bidaah. Padahal purpose kita lakukan untuk timbulkan perasaan ghairah untuj lakukan qiyam dan juga sebagai ta'liim. Kenapa di katakan bidaah? Kerana mengadakan satu ibadah secara jemaah dan menetapkan macam setiap bulan like some do. Katanya nabi tak pernah gather sahabat2 to do such things. Only in ramadhan or when we r praying ada org join.

Tak ianya tak termasuk bidaah Inshaallah . Apakah  yg menyebabkannya menjadi bidaah? Di Bulan ramadhan pun nabi tak pernah gather sahabat2 utk qiyam :-)
Perhatikan Dan baca hadis qiyam fii ramadhan Dgn teliti.Sahabat2 yg ikut sendiri. Apakah perbezaan Dgn bulan2 lain? Cuma di ramadhan ittofaq ulama ianya sunnah secara berjemaah tetapi di blm lain Ada khilafnya

Tapi perlu dketahui bahwa ada khilafnya samada bole berjemaah ke tak. Yg rojih inshaAllah boleh,
tetapi Jgn jadikan lazim. Utk training la bas fihi. Anta bole bawakan dalil Ana pada mereka yg cakap tak boleh. Cuma kita kena berlapang dada didlm perkara khilafiah.
Al-Imam al-Khatib asy-Syirbini ( rh ) pengarang kitab “ Mughni al-Muhtaj “ menyatakan bahawa setiap solat sunat yang tidak disyariatkan asalnya secara berjemaah , maka ianya boleh juga dilakukan secara jemaah . Sebab , Saidina ‘Umar r.a sendiri telah menghimpunkan manusia untuk melakukan solat terawih secara berjemaah sedangkan Baginda Nabi s.a.w pada permulaannya tidaklah melakukan solat terawih secara berjemaah [ Cuma apabila Para Sahabat r.a melihat Baginda Nabi s.a.w melakukannya bersendirian , para sahabat r.a pun beratur di belakang Baginda s.a.w dan mengikut solat Baginda s.a.w ] .

Dalam kitab Fathul Bari (Syarah Shahih Bukhari) karya Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani, dinukilkan hadis ‘Itban bin Malik Radhiallahu’anhu tersebut, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah melakukan shalat Dhuha (subhata adh-dhuha) di rumahnya [rumah 'Itban bin Malik], lalu orang-orang berdiri di belakang beliau dan mereka pun sholat dengan shalat beliau (fa-qaamuu waraa`ahu fa-shalluu bi-shalaatihi).

Di bawah ini Ana nukilkan tulisan seorg ustaz mengenai perkara yg sama yg boleh diambil ikhtibar juga:

"Mayoritas ulama ulama berpendapat bahwa shalat sunnah boleh dilakukan secara berjama’ah ataupun sendirian (munfarid) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan dua cara ini, namun yang paling sering dilakukan adalah secara sendirian (munfarid). Perlu diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat bersama Hudzaifah; bersama Anas, ibunya dan seorang anak yatim; beliau juga pernah mengimami para sahabat di rumah ‘Itban bin Malik[5]; beliau pun pernah melaksanakan shalat bersama Ibnu ‘Abbas.[6]

Ibnu Hajar Al Asqalani ketika menjelaskan hadits Ibnu ‘Abbas yang berada di rumah Maimunah dan melaksanakan shalat malam bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau rahimahullah mengatakan,

“Dalam hadits ini menunjukkan dibolehkannya melakukan shalat sunnah secara berjama’ah.”[7]

An Nawawi tatkala menjelaskan hadits mengenai qiyam Ramadhan (tarawih), beliau rahimahullahmengatakan,

“Boleh mengerjakan shalat sunnah secara berjama’ah. Namun pilihan yang paling bagus adalah dilakukan sendiri-sendiri (munfarid) kecuali pada beberapa shalat khusus seperti shalat ‘ied, shalat kusuf (ketika terjadi gerhana), shalat istisqo’ (minta hujan), begitu pula dalam shalat tarawih menurut mayoritas ulama.”[8]

Ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan pada Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengerjakan shalat nafilah (shalat sunnah) dengan berjama’ah. Syaikh rahimahullah menjawab,

“Apabila seseorang melaksanakan shalat sunnah terus menerus secara berjama’ah, maka ini adalah sesuatu yang tidak disyari’atkan. Adapun jika dia melaksanakan shalat sunnah tersebut kadang-kadang secara berjama’ah, maka tidaklah mengapa karena terdapat petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini seperti shalat malam yang beliau lakukan bersama Ibnu ‘Abbas[9].
Sebagaimana pula beliau pernah melakukan shalat bersama Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan anak yatim di rumah Ummu Sulaim[10], dan masih ada contoh lain semisal itu.”[11]

Namun kalau shalat sunnah secara berjama’ah dilakukan dalam rangka pengajaran, maka ini diperbolehkan karena ada maslahah. Ibnu Hajar ketika menjelaskan shalat Anas bersama anak yatim di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berjama’ah, beliau mengatakan,

“Shalat sunnah yang utama adalah dilakukan secara munfarid (sendirian) jika memang di sana tidak ada maslahat seperti untuk mengajarkan orang lain. Namun dapat dikatakan bahwa jika shalat sunnah secara berjama’ah dilakukan dalam rangka pengajaran, maka ini dinilai lebih utama, lebih-lebih lagi pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang bertugas untuk memberi contoh pada umatnya, -pen).”

Kesimpulan:

Shalat sunnah yang utama adalah shalat sunnah yang dilakukansecara munfarid (sendiri) dan lebih utama lagi dilakukan di rumah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Hendaklah kalian manusia melaksanakan shalat (sunnah) di rumah kalian karena sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 731)

Terdapat shalat sunnah tertentu yang disyari’atkan secara berjama’ah seperti shalat tarawih.
Shalat sunnah selain itu –seperti shalat Dhuha dan shalat tahajud- lebih utama dilakukan secara munfarid dan boleh dilakukan secara berjama’ah namun tidak rutin atau tidak terus menerus, akan tetapi kadang-kadang.
Jika memang ada maslahat untuk melakukan shalat sunnah secara berjama’ah seperti untuk mengajarkan orang lain, maka lebih utama dilakukan secara berjama’ah.
Wallahu a’lam bish showab.

Penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel UstadzKholid.Com

[1]Fathul Baari, 4/177, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

[2] Idem
[3] Majma’ Az Zawa-id, 2/278, Darul Fikr, Beirut, cetakan 1412 H

[4] Lihat Ta’liq Syaikh Syu’aib Al Arnauth terhadap Musnad Imam Ahmad, Muassasah Qurthubah, Kairo

[5] Sebagaimana riwayat yang dibawakan oleh penanya.

[6] Al Maqsu’ah Al Fiqhiyyah, Bab Shalat Jama’ah, point 8, 2/9677, Multaqo Ahlul Hadits, Asy Syamilah.

[7] Fathul Baari, 3/421

[8] Syarh Muslim, 3/105, Abu Zakaria Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

[9] Hadits muttafaq ‘alaih.

[10] Hadits muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Ash Sholah, Bab Ash Sholah ‘alal Hashir (380) dan Muslim dalam Al Masaajid, Bab Bolehnya shalat sunnah secara berjama’ah 266 (658)

[11] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 14/231, Asy syamiah
"
Yg penting didlm bab khilafiah harus berlapang dada. Bagi mereka yg membolehkan, tafaddol. Bagi mereka yg tidak membolehkannya, tafadhol juga.

Wallahualam
Abuhanzolah